RSS

Mengenal budaya Lombok

                

Suku Sasak

Menjelajahi Pulau Lombok, Nusa Tenggara Barat (NTB), sepertinya tidak lengkap jika kita tidak mampir untuk menyaksikan secara langsung kehidupan suku asli pulau tersebut, yaitu suku Sasak. Di Dusun Sade, Kecamatan Pujut, Lombok Tengah, kita akan menemukan potret budaya asli serta kehidupan para warga yang konon sudah ada sejak 1079.
Tidak sulit untuk mendatangi kampung tradisional yang sebagian besar warganya pandai membuat kain tenun ini. Desa ini terletak sekitar 70 kilometer dari pusat Kota Mataram. Dari Bandara Internasional Lombok (BIL), jarak tempuh hanya 30 menit ke desa tersebut. Selain itu, desa ini juga tidak jauh dari Pantai Kuta dan Pantai Tanjung An.
Bagi backpacker, bisa menggunakan angkutan umum jurusan Mataram-Praya dan Kota Mataram dengan tarif 7.000 hingga 10.000 rupiah per orang.
Saat pertama menginjakkan kaki di pintu gerbang Kampung Sade, kita disambut dengan para pemandu wisata dari Desa Sade yang siap mengajak Anda berkeliling desa untuk menjelaskan keunikan-keunikan desa tersebut.
Enaf (32), salah seorang pemandu, siap mengajak Anda mengelilingi desa seluas 5.500 meter persegi tersebut. Perjalanan akan terhenti sesaat di sebuah rumah bertingkat tiga. Tingkat pertama rumah tersebut berfungsi untuk menerima tamu, tingkat kedua untuk tidur, dan tingkat ketiga untuk tempat tidur anak perempuan.

Enaf menjelaskan di kampungnya ada tiga jenis nama rumah adat, yaitu Bale Kodong, Bale Tani, dan Bale Bontar. Bale Kodong adalah rumah yang digunakan keluarga lanjut usia bersama anak cucu, sementara Bale Tani berbentuk limasan atau joglo, seperti rumah adat Jawa. Dan terakhir Bale Bontar, yaitu rumah adat yang berbentuk persegi empat. Tata ruang rumah ini mampu menampung satu hingga dua orang.
Yang menarik dari rumah adat ini adalah lantai rumah yang menggunakan tanah liat dicampur sekam padi plus kotoran kerbau. Seminggu sekali lantai rumah dipel menggunakan kotoran kerbau yang masih baru.
Menurut mereka hal ini dilakukan untuk menjaga suhu rumah tetap hangat, menghilangkan debu, mengusir nyamuk, serta membuat lantai keras seperti lantai dari semen. Selain itu, rumah-rumah mereka menghadap ke arah Gunung Rinjani, tempat bersemayamnya roh-roh leluhur.
Seusai memasuki rumah adat, perjalanan dilanjutkan dengan menyaksikan lebih dekat bagaimana kebiasaan wanita tua di kampung ini, yakni kebiasan nyirih atau mengunyah daun sirih sebagai pengganti pasta gigi. Hal ini merupakan kebiasaan turun-temurun.


  • Digg
  • Del.icio.us
  • StumbleUpon
  • Reddit
  • RSS

0 komentar:

Posting Komentar